TUGAS KE-2 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Nama : Solihun Wahid
NPM : 36418801
Kelas : 2ID07
BAB V
HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA

Perjuangan melawan imperialisme adalah bukti nyata bahwa sejarah kebudayaan kita tidak hanya berkutat pada ranah kewajiban an sich. Para pejuang kemerdekaan melawan kaum penjajah tak lain karena hak-hak pribumi dirampas dan dijarah. Situasi perjuangan merebut kemerdekaan yang berpanta rei, sambung menyambung dan tanpa henti, sejak perjuangan yang bersifat kedaerahan, dilanjutkan perjuangan menggunakan organisasi modern, dan akhirnya perang kemerdekaan memungkinkan kita sekarang ini lebih paham akan budaya hak daripada kewajiban. Akibatnya tumbuhlah mentalitas yang gemar menuntut hak dan jika perlu dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan kekerasan, akan tetapi ketika dituntut untuk menunaikan kewajiban malah tidak mau. Dalam sosiologi konsep ini dikenal dengan istilah “strong sense of entitlement”. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis. Magna Charta adalah Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Rooselvelt. Keempat macam kebebasan itu meliputi:
a. kebebasan untuk beragama (freedom of religion),
b. kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),
c. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan
d. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Hak dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan warga negara dengan negara. Hak dan kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negara. Hak dan kewajiban warga negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945 mulai pasal 27 sampai 34, termasuk di dalamnya ada hak
asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang penjabarannya dituangkan dalam suatu undang-undang.
Sekalipun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun secara filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak asasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini Indonesia menganut paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya harmoni antara hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban warga negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari adanya perubahan-perubahan dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses amandemen dan juga perubahan undangundang yang menyertainya. Jaminan akan hak dan kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya diupayakan berdampak pada terpenuhinya keseimbangan yang harmonis antara hak dan kewajiban negara dan warga negara.
BAB VI
Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat di mana warganegara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan ”rule of law”, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat yang warga negaranya saling memberi perlakuan yang sama. Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln mantan Presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa “demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” atau “the government from the people, by the people, and for the people”. Apa yang dikemukakan oleh CICED (1999) tersebut melihat demokrasi sebagai konsep yang bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai system sosial; dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup bermasyarakat. pilar demokrasi universal adalah salah satu pilar demokrasi Indonesia, yakni
“Demokrasi Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan inilah yang merupakan ciri khas demokrasi Indonesia, yang dalam pandangan Maududi dan kaum muslim (Esposito dan Voll,1996) disebut “teodemokrasi”, yakni demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Perkembangan demokrasi semakin pesat dan diterima semua bangsa terlebih sesudah Perang Dunia II. Suatu penelitian dari UNESCO tahun 1949 menyatakan “mungkin bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh
pendkung-pendukung yang berpengaruh”.
Nilai demokratis yang berasal dari Islam bersumber dari akar teologisnya. Inti dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid, Monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. Semua selain Tuhan, bersifat nisbi belaka. Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan hidup sosial manusia yang
melahirkan kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan dengan jiwa Tauhid (Latif, 2011). Pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasaan mutlak pada sesama manusia merupakan hal yang tidak adil dan tidak beradab. Sikap pasrah kepada Tuhan, yang memutlakkan Tuhan dan tidak pada sesuatu yang lain, menghendaki tatanan sosial terbuka, adil, dan demokratis (Madjid, 1992). Kelanjutan logis dari prinsip Tauhid adalah paham persamaan (kesederajatan) manusia di hadapan Tuhan, yang melarang adanya perendahan martabat dan pemaksaan kehendak antarsesama manusia. Dengan prinsip persamaan manusia di hadapan Tuhan itu, tiap-tiap manusia dimuliakan kehidupan, kehormatan, hak-hak, dan kebebasannya yang dengan kebebasan pribadinya itu manusia menjadi makhluk moral yang harus bertanggung jawab atas pilian-pilihannya.
            Masyarakat Barat (Eropa) mempunyai akar demokrasi yang panjang. Pusat pertumbuhan demokrasi terpenting di Yunani adalah kota Athena, yang sering dirujuk sebagai contoh pelaksanaan demokrasi partisipatif dalam negara-kota sekitar abad ke-5 SM. Pemikiran-pemikiran humanisme dan demokrasi mulai bangkit lagi di Eropa pada masa Renaissance (sekitar abad ke-14 – 17 M), setelah memperoleh stimuls baru, antara lain, dari peradaban Islam. Tonggak penting dari era Renaissance yang mendorong kebangkitan kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan Reformasi Protestan sejak 1517 hingga tercapainya kesepakatan Whestphalia pada 1648, yang meletakan prinsip co-existence
dalam hubungan agama dan Negara—yang membuka jalan bagi kebangkitan Negara-bangsa (nation-state) dan tatanan kehidupan politik yang lebih demokratis.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi, demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat Secara terminologi, banyak pandangan tentang demokrasi. Tidak ada pandangan tunggal tentang apa itu demokrasi. Demokrasi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pemerintahan, sebagai system politik, dan sebagai pola kehidupan bernegara dengan prinsip-prinsip yang menyertainya. Berdasar ideologinya, demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berdasar Pancasila. Demokrasi Pancasila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan tertinggi ada pada rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Demokrasi Pancasila dalam arti sempit adalah kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi konstitusional, selain karena dirumuskan nilai dan normanya dalam UUD 1945, konstitusi Indonesia juga bersifat membatasi kekuasaan pemerintahan dan menjamin hakhak
dasar warga negara. Praktik demokrasi Pancasila berjalan sesuai dengan dinamik perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila secara ideal telah terrumuskan, sedang dalam tataran empirik mengalami pasang surut. Sebagai pilihan akan pola kehidupan bernegara, sistem demokrasi dianggap penting dan bisa diterima banyak negara sebagai jalan mencapai tujuan hidup bernegara yakni kesejahteraaan dan keadilan.

Analisa dari Berita Tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara yang Berjudul Jarak dengan Pemilu 2019 terlalu dekat, Pilkada 2020 Dinilai Tak Fokus

            Dekatnya jarak Pilkada 2020 nanti dengan Pemilu 2019 lalu membuat Persiapan Pilkada 2020 tidak maksimal. Karena dari usulan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa waktu minimal yang dibutuhkan untuk persiapannya adalah 2 sampai 2,5 tahun atau 30 bulan. Kita harus ambil pembelajaran dari pelaksanaan Pilpres 2019 lalu yang menyebabkan kerusuhan setelah dilakukan pemungutan suara karena banyaknya warga negara yang hak suaranya dicurangi. Hak Negara itu melantik capres dan cawapres dengan pemungutan suara yang adil dari warga negara bukan dengan cara suara rakyat di manipulasi guna untuk memenangkan satu pihak saja. Karena ketidakadilan tersebut mengakibatkan kerusuhan di beberapa daerah, disaat itu juga langsung dilakukan penenangan dengan akan dilakukan perhitungan kembali yang nantinya akan diumumkan kepada masyarakat. Pada saat tengah malam diumumkan hasil perhitungannya yang mungkin sudah dilakukan perhitungan ulang, tapi masih banyak masyarakat yang tidak terima karena waktu pengumuman hasil yang tidak wajar yaitu pada waktu tengah malam.
            Menurut saya yang pertama kewajiban hak negara yaitu melakukan pemilu yang dilakukan secara demokratis. Kemudian sebagai hak warga negara yaitu melakukan pemilihan suara dan untuk kewajiban hak negara yang selanjutnya adalah memastikan pemilihan tersebut berjalan dengan lancar, tidak ada kecurangan dan pendistribusian hasil suara yang selamat sampai tujuan dan jangan lupa juga pastikan para pertanggungjawab yang selalu dipastikan kesehatan dan keselamatannya. Bukan dibiarkan begitu saja, saat banyak para penanggungjawab di setiap daerah yang meninggal secara misterius sebagai kewajiban hak negara yaitu mencari tahu apa penyebabnya, tidak hanya asal untuk menyimpulkan tanpa dilakukannya suatu tindakan pemeriksaan terhadap jasad korban. Itu semua merupakan permainan daripada elit politik yang ada di Negara ini, kita sebagai rakyat biasa tidak bisa berbuat apa-apa melainkan selalu menjaga keutuhan NKRI untuk membuat takut para pengkhiat bangsa yang tujuannya ingin memecah belah NKRI. Jadi kita jangan mudah terpancing dengan hal-hal tersebut, pikirkan terlebih dahulu cari tahu informasi berita yang akurat dan detial.
            Kesimpulannya adalah sebagai warga negara kita laksakan hak kita dan untuk hak negara biar dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh Negaranya, jangan mudah menjadi warga negara yang terprovokasi oleh oknum yang tak bertanggungjawab, jadilah warga negara yang cerdas, dan selalu menjaga keutuhan NKRI bagaimanapun caranya. Sejak dahulu kita sudah bersusah payah untuk menjadikan Negara ini bersatu dan menjadi suatu keutuhan kesatuan yang dimana tidak dimiliki oleh banyak negara.
            Sekian analisa dari saya, kurang lebihnya mohon maaf. Terimaksih.

Analisa dari Berita Tentang Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila yang Berjudul
Di dalam Negara ini sangat dibutuhkan Lembaga yang bertugas untuk membasmi Korupsi karena dapat merugikan Negara bahkan warga negara. Jika kita memperlemah lembaga yang guna untuk membasmi korupsi di Negara tersebut, maka para koruptor akan merajalela dan lebih aman untuk memlakukan tindak korupsi. Memandang, periode kedua Jokowi mestinya harus mengedepankan visi hukum atau negara hukum, jika ingin tetap berpanutan pada ekonomi bisa digunakan terminologi yang dekat dengan hukum, yaitu negara kesejahteraan. “Karena Indonesia menganut demokrasi Pancasila yang berlandaskan hukum. Tapi dapat dirasakan bahwa Jokowi abai terhadap gagasan negara hukum,” sesal Feri. Oleh karenanya, Feri menilai, pidato Jokowi yang tidak berlandaskan hukum dan semangat antikorupsi menjadi gambaran kenapa hingga kini belum juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menganulir UU KPK hasil revisi. Jika ingin mengganti atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang baru harus berlandaskan Pancasila, mementingkan kepentingan bersama guna untuk terus menjaga keutuhan Negara Indonesia. Jangan lupa juga untuk memperkuat lembaga yang membantu tugas Negara untuk menjalankan pemerintahannya tanpa adanya kecurangan dalam hal pendanaan untuk memajukan fasilitas Negara. Jika penambahan peraturan perundangan yang guna untuk memperkuat lembaga antikorupsi masih kurang untuk mendukung maka buatlah peraturan perundang-undangan yang berlandaskan konstitusi.
“Harusnya Jokowi belajar dari Orde Baru bahwa krisis ekonomi tahun 1998 salah satunya disebabkan karena tidak adanya lembaga yang kuat untuk memberantas korupsi,” sesal Erwin. Oleh karenanya, Erwin pun memandang agenda pemberantasan korupsi tidak lagi menjadi agenda utama pemerintahan Jokowi pada periode kedua. Hal ini dapat dilihat dari pidato pertamanya dalam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. “Publik patut menyesali, bahwa pemberantasan korupsi tidak lagi menjadi agenda utama pemerintah ke depan. Karena bagaimana pun, pidato Presiden merupakan cermin utama arah kebijakannya ke depan,” tukasnya. Seharusnya sebagai calon presiden periode kedua maupun saat menjadi presiden harus selalu mengetahui keadaan suatu negara atau informasi apapun yang itu bertentangan dengan peraturan maupun yang sesuai dengan peraturan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS KE-1 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN